BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk memahami pengertian akhlak terdapat
beberapa sumber yang dijadikan referensi untuk mengetahu maknanya. Dari sudut
bahasa, akhlak berasal dari kata اخلق – يخلق yang
berarti berbudi pekerti atau berakhlak. Ilmu akhlak ialah ilmu yang
membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah
perbuatan tersebut baik atau buruk. Dengan demikian objek pembahasan ilmu
akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih rinci
tentang ilmu akhlak, ruang lingkup, dan manfaat mempelajari ilmu akhlak.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian ilmu akhlak?
2.
Apa saja ruang lingkup ilmu akhlak?
3.
Apa manfaat yang diperoleh dari mempelajari ilmu
akhlak?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui pengertian ilmu akhlak.
2.
Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu akhlak.
3.
Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh dari
mempelajari ilmu akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Akhlak
Kata
“Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خُلُقٌ)
yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kata
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (جَلْقٌ)
yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq (جَالِقٌ)
yang berarti sang pencipta, demikian pula dengan mkhluqun (مَجْلُوْقٌ) yng
berarti yang diciptakan.
Kata akhlak
adalah jamak dari kata khalqun atau khuluqun yang artinya sama
dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlak atau
pun khuluk kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam Al Qur’an maupun Al
Hadits, sebagai berikut:
وَ
اِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ( القلم : 4 )
Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam: 4)
اَكْمَلُ
اْلمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا وَ اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذى)
Orang mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekertinya. (HR.
Tirmidzi)
Ilmu
akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan
manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan
yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai
ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian
memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan
tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam pengertian yang hampir sama dengan
kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai
berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan
dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau
pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).”
Selanjutnya
menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai
manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:
1.
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali
dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
2.
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena
dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang
dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau
bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.
Keseluruhan
definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan
memiliki satu kemiripan antara satu dengan lainnya. Definisi-definisi akhlak
tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat
melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1.
Pebuatan akhlak adalah perbuatan yang telah
tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3.
Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau
tekanan dari luar.
4.
Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5.
Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan
akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena
ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena
ingin mendapatkan suatu pujian.
Dalam
perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri,
yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan , aliran
dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam
akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan
membentuk suatu ilmu.
Ma’arif ilmu akhlak adalah:
اْلعِلْمُ
بِالْفَضَائِلِ وَ كَيْفِيَةِ اِقْتِنَائِهَا لِتَتَعَلَّى اْلنَفْسُ بِهَا وَ
بِالرَّذَائِلِ وَكَيْفِيَةِ تَوْقِيْهَا لِتَتَغَلَّى
Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara
mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara
menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya.
Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan
bahwa ilmu akhlak adalah:
اْلعِلْمُ مَوْضُوْعُهُ اَحْكَامٌ تَتَعَلَّقُ بِهِ
اْلأَعْمَالُ الَّتِى تُوْصَفُ بِاْلحَسَنِ وَ اْلقُبْحِ
Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang
nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan
baik atau buruk.
Selain itu ada pula pendapat
yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata krama.
B.
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak adalah
ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian
menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau
perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang
berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian
memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan
tersebut tergolong baik atau buruk.
Dengan demikian objek
pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan seseorang. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan
kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan
sebagai berikut:
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas
perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau
buruk.
Dengan demikian terdapat akhlak
yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif.
Jadi yang dijadikan objek
kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana
disebutkan di atas, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan.
Sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara terus-menerus sehingga
mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki
ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan
Ilmu Akhlak, dan tidak pula termasuk ke dalam perbuatan akhlaki.
Dengan demikian perbuatan yang
bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan dengan tidak senganja, atau khilaf
tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar pilihan.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
اِنَّ
اللهَ تَعَالَى تَخَاوَرَّ لِى وَ عَنْ أُمَّتِى اْلخَطَأَ وَ النِّسْيَانَ وَ مَا
اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ ( رواه ابن المخة عن ابى الزار )
Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang
berbuat salah, lupa dan dipaksa. ( HR. Ibnu Majah dari Abi Zar )
Dengan memperhatikan keterangan
tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud dengan Ilmu
Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan
sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan yang
demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah
perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yang baik atau buruk
menurut siapa, dan apa ukurannya.
Imam Al-Ghazali membagi
tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:
1.
Keburukan akhlak yang timbul karena
ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil
( الخاهل ).
2.
Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia
tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga
pelakunya disebut al-jahil al-dhollu ( الجاهل الضّالّ ).
3.
Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang,
karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang
dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq ( الجاهل الضّالّ
الفاسق ).
4.
Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap
masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi
pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih
hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq
al-syarir ( الجاهل الضّالّ
الفاسق الشّرير ).
Menurut Imam Al-Ghazali,
tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih bisa dididik dengan
baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa dipulihkan kembali.
Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi
pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalu dibiarkan hidup,
besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang
banyak.
Banyak sekali petunjuk dalam
agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain
anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang
lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan
dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan
perbuatan buruk.
C.
Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Berkenaan dengan manfaat
mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
Tujuan
mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan
sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim
termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan
baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri
mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu
dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi bersih.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak adalah
suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, baik itu pebuatan baik ataupun
perbuatan buruk. Sedangkan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas
tentang perbuatan-perbuatan manusia dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan,
kemudian menetapkan apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan baik atau
perbuatan buruk.
Ruang lingkup atau objek ilmu
akhlak mencakup seluruh perbuatan manusia yang sadar dan tanpa paksaan, yang
kemudian dari perbuatan manusia tersebut disimpulkan ke dalam kriteria baik dan
buruk. Segala aspek seperti sifat dan kebiasaan sehari-hari manusia juga
berpengaruh dalam menilai criteria akhlak seseorang.
Manfaat dari mempelajari Ilmu
Akhlak adalah agar kita dapat mengerti dan memahami criteria perbuatan manusia
yang baik maupun yang buruk, sehingga kita dapat membedakan mana yang merupakan
perbuatan baik dan mana yang merupakan perbuatan buruk. Dan sangat diharapkan
setelah kita mengerti tentang ilmu akhlak, kita dapat mengerjakan
perbuatan-perbuatan manusia yang baik dan meninggalkan perbuatan yang jelek.
B.
Saran
Kami menyadari bahwa makalah
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami
sengaja. Maka dari itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan
yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari Ilmu
Akhlak Tasawuf.
DAFTAR
PUSTAKA
MUSTOFA, Drs. H. A. 1999. Akhlak-Tasawuf.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
NATA, Prof. Dr. H. ABUDDIN,
M.A. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta:
PT. Taja Grafindo Persada.
AMIN, AHMAD. __________.Kitab
al-Akhlaq. __________: Mesir-Daral-Kutubal-Mishriyah, cet. III.
AL-HABSYI, HUSIN. ___________. Kamusal-Kautsar.
Surabaya: Assegaf.
MAHJUDIN, Drs. 1991. Kuliah
Akhlak-Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.